Tanggungjawab Pidana Bagi Dokter Estetika

Oleh: Brigjen dr. Sukirman

Manusia diciptakan Tuhan dengan keadaan utuh baik fisik maupun non fisik, namun pada saat yang sama manusia dimaksud juga dilengkapi perangkat nafsu keinginan (kepengin-jawa). Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari manusia juga tumbuh kehendak untuk memenuhi kekurangan yang ada dalam kehidupannya, yaitu kebutuhan. Misalnya saja kaum hawa, tentu tidak semua, ada yang terhinggap nafsu kepengin dan kebutuhan. Dua hal ini kadangkala meniadakan keadaan utuh yang diciptakan Tuhan sehingga mereka berusaha, misalnya, agar lebih cantik daripada sebelumnya, Pada sisi lain kemajuan dunia kedodkteran dan estetika semakin menjanjikan untuk memenuhi nafsu kepengin dan kebutuhan.   

Dalam pengamatan juga tampak berbagai iklan promotif yang memberikan rekomendasi terbaik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Bahkan, dijanjikan dibawah penanganan langsung dari dokter profesional pasien akan mendapatkan hasil maksimal. Satu hal yang penting diperhatikan adalah penyelenggaraan praktek kedokteran estetika di klinik kecantikan estetika harus menjamin keamanan, kemanfaatan, keselamatan, mutu dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dalam menjalankan praktek kedokteran estetika, maka setiap orang berhak mengajukan pengaduan apabila merasa kepentingannya dirugikan, dan melaporkan kepada pihak berwenang jika ada dugaan tindak pidana praktek kedokteran. Namun demikian, membuktikan unsur-unsur kelalaian medis penyelenggaraan praktek kedokteran estetika yang memenuhi kriteria delik pidana tidak mudah, keadaan ini menjadikan penegakan hukum pidana kesalahan medis penyelenggaraan praktek kedokteran estetika memiliki tantangan tersendiri.

Jika terjadi keadaan sebaliknya, tidak sesuai keingingan pasien, lantas apa tanggungjawab pidana bagi dokter yang menyelenggarakan praktek kedokteran  estetika dimaksud dan bagaimanakah menentukan unsur-unsur kelalaian medis penyelenggaraan praktek kedokteran estetika di klinik kecantikan estetika. Dalam studi dokumen untuk menjawab permasalahan pertanggung jawaban hukum pidana bagi dokter terdapat peraturan terkait, di antaranya Undang-Undang  Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran  pasal 51 huruf a, Pasal 66 ayat 3, Pasal  79 huruf c;  Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan  Pasal  68 ayat 1, Pasal  69 ayat 1;  KUH Pidana Pasal 359, Pasal  360 ayat 1 dan 2; Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 14/PUU-XII/; Pedoman Penyelenggaraan Klinik Kecantikan Estetika tahun 2007 pada bab tentang ketentuan  pidana.

Sementara untuk menjawab penentuan unsur-unsur kelalaian medis diatur dalam Undang-Undang  Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran: Pasal 49 ayat 3; KUHAP  Pasal 183, 184 ayat 1; Peraturan KKI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. Kajian juga dilakukan terhadap Putusan No 1441/Pid.Sus/2019/PN Mks tentang peradilan pidana dugaan kesalahan medis penyelenggaraan praktek kedokteran estetika. Data menunjukan bahwa dokter yang menyelenggarakan praktek kedokteran estetika diluar kompetensi medisnya atau tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, menimbulkan kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, ditemukan adanya unsur-unsur kelalaian  medis yang memenuhi kriteria delik pidana, tanpa adanya faktor penghapus pidana, maka dokter tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, dengan sanksi sesuai ketetentuan perundang-undangan yang berlaku.

Penentuan unsur-unsur kelalaian medis penyelenggaraan praktek kedokteran estetika yang dapat digunakan untuk menentukan hubungan kausalitas terjadinya kerugian pada pasien, setidak-tidaknya memiliki  unsur: duty to use due care (kewajiban dokter  untuk melakukan tindakan medis atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien), dereliction of that duty (ada tidaknya penyimpangan berbagai kewajiban), damage (kerugian yang diderita pasien), direct causal relationship (hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian).

Penulis: Brigjen dr. Sukirman, adalah Wakil Kepala Pusat Kesehatan TNI AD (Wakapuskesad)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *