Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2001 memberikan warna baru dalam pemberantasan korupsi.KPK menjadi semacam “antitesa” bagi Kepolisian dan Kejaksaan yang dipandang tidak cukup bertaji melakukan penegakan hukum anti korupsi. Dengan kewenangan superbody, KPK memiliki perangkat yang memungkinkan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan bahkan memiliki peradilan sendiri. KPK menjadi momok bagi para pejabat publik yang melakukan korupsi. Tidak dimungkiri kalau kemudian KPK dipersepsi lebih mementingkan penindakan daripada pencegahan, hal ini sempat menjadi diskursus sendiri dalam perjalanan KPK. Meskipun juga harus diakui di dalam internal KPK sendiri sejak berdiri sampai sekarang juga mengalami dinamiknya sendiri. Misalnya beberapa kasus langsung beririsan dengan para komisioner, baik terkait dengan pelanggaran etika maupun pelanggaran lainnya. KPK juga tidak lepas dari dinamika politik kekuasan yang ada. KPK kadang juga banyak disorot terkait dengan independensi sebagaimana itu menjadi kredo lembaganya, saat bersamaan dengan pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik yang notabene berasal dari partai politik. Apalagi menjelang agenda politik seperti Pemilu atau pilkada, sorotan-sorotan independensi KPK muncul. Beberapa komisionernya juga tidak lepas dari kontroversi, terakhir salah satu komisioner KPK melakukan judicial review tentang perpanjangan masa jabatannya dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Mahkamah Konstitusi menyetujuinya. Hal tersebut yang memicu publik melayangkan kritik, diantara pelbagai isu yang mendera KPK belakangan ini. Untuk menjelaskan secara gamblang segala hal terkait lembaga anti rasuah ini, MIHCaST kedatangan tamu kehormatan yakni Bapak Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. Beliau adalah Wakil Ketua KPK RI yang hanya kepada MIHCaSTer mengungkap berbagai peristiwa kekinian yang terjadi di tubuh KPK.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *