Oleh : Hari Nugraha, S.H.
Masyarakat, terutama yang peduli Kesehatan, tidak asing jika mendengar BPJS. BPJS dimaksud merupakana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang resmi beroperasi sejak 1 Januari 2014. Hal ini berawal pada tahun 2004 saat Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tujuh tahun kemudian, tahun 2011 Pemerintah Republik Indonesia menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta menunjuk PT. Askes (Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan, sehingga PT. Askes (Persero) pun berubah menjadi BPJS Kesehatan. Untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil, dan merata diterbitkan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Warga masyarakat pada hakikatnya akan tunduk terhadap suatu kebijakan pemerintah seperti halnya dalam Bidang Kesehatan dengan adanya kewajiban untuk mendaftar sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan. Warga masyarakat dimaksud (untuk menyebut diantaranya) adalah : Pekerja penerima upah (Industri maupun penyelenggara Negara dan Keluarga), Seluruh pekerja PEMDA termasuk Pegawai ASN – Non ASN, Kepala Desa dan Perangkat Desa, Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di satuan Pendidikan Formal maupun Non Formal, Pemohon pelayanan administrasi Hukum umum, pelayanan Kekayaan Intelektual dan pelayanan Keimigrasian, Tenaga kesehatan yang menjadi praktik atau ditugaskan oleh lembaga Pemerintah, Orang Asing yang bekerja di Indonesia minimal 6 Bulan. Masih banyak yang wajib daftar.
Kebijakan strategis tersebut dalam praktik ternyata aspek pelayanannya kurang baik bagi peserta BPJS Kesehatan. Ini telah menjadi keluhan masyarakat. Padahal Pemerintah membebankan kepada masyarakat untuk membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya akan tetapi yang menjadi hak untuk didapatkan berdasarkan UUD NRI 1945: (1) Pasal 28H ayat (1): “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” ini belum terimplementasikan. Lantas ini tanggung jawab siapa ?
Pelayanan Humanis dari petugas Medis juga menjadi suatu hal yang tak kalah penting untuk dievaluasi terhadap calon pasien khususnya bagi yang ingin menggunakan Fasilitas BPJS Kesehatan ketika datang ke Klinik dan Rumah Sakit. Berikut beberapa contoh keluhan yang paling banyak di alami oleh masyarakat berkaitan dengan pelayanan BPJS Kesehatan:
- Antrian panjang dan memakan waktu cukup lama saat akan mengurus yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan
- Kualitas obat yang diberikan kurang baik dibandingkan dengan Pasien yang membayar secara mandiri tanpa menggunakan BPJS Kesehatan
- Penanganan medis lebih lama dari pada Pasien yang membayar secara mandiri tanpa menggunakan BPJS Kesehatan
- Ketersediaan kamar yang terkadang tidak tersedia untuk rawat inap ketika datang ke Klinik atau Rumah Sakit
Penulis berpendapat bahwa BPJS Kesehatan merupakan Lembaga Badan Hukum Publik bertanggung jawab langsung kepada Presiden maka atas persoalan yang timbul dengan belum maksimalnya pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan ini menjadi tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Presiden, cq. Menetri Kesehatan Republik Indonesia
Saran penulis, segera di evaluasi terhadap Klinik dan Rumah Sakit yang menjadi rujukan atas Fasilitas BPJS ini sehingga tidak adanya diskriminasi sosial bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan menggunakan BPJS Kesehatan di bandingkan dengan orang yang membayar menggunakan dana Pribadi secara langsung tanpa menggunakan BPJS Kesehatan.
Penulis: Hari Nugraha, S.H., merupakan salah satu Pimpinan Cabang termuda di Perbankan, saat ini sedang menempuh Program Magister Ilmu Hukum FH UGM Kampus Jakarta, Konsentrasi Litigasi.