Penggolongan Pajak Peralatan Kesehatan Kedalam Pajak Barang Mewah: Melanggar HAM ?
Oleh: Dr. Prijo Sidipratomo
Ketika manusia lahir sejatinya lahir pula Hak-Hak Asasi Mansusia (HAM). Artinya, HAM adalah hak yang melekat pada manusia sejak kelahirannya. Hak-hak tersebut diperoleh bukan pemberian orang lain ataupun negara, tetapi karena kelahirannya sebagai manusia, termasuk hak hidup sehat. Bahkan, secara normatif, Pasal 1 point (1) UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara ekonomis. Kesehatan dapat diraih tidak lepas dari alat bantu, yang disebut alat-alat kesehatan. Sementara Pasal poin 11 disebutkan bahwa alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Sebagaian alat kesehatan masih didatangkan dari negara maju dan keberadaannya di Indonesia dikenai pajak Akan tetapi, alat kesehatan digolongkan kedalam beban pajak barang mewah berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.0l0/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Lantas pertanyaannya, bagaimana implikasi penetapan pajak peralatan alat kesehatan terhadap Penegakan Hak Asasi Mansusia.
Kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang layak, tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa memperoleh pendidikan demi masa depannya. Seseorang tidak bisa menikmati sepenuhnya kehidupan sebagai manusia. Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai kondisi yang diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain telah diakui secara internasioal. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) menyatakan: bahwa hak atas kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak.
Berdasarkan penjelasan di atas, terutama regulasi terkait penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bidang kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah selaras dengan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan pajak alat kesehatan yang digolongkan kedalam pajak barang mewah, maka hak kesehatan warga masyarakat menjadi terciderai. Artinya, dengan adanya pajak tersebut dimana kesehatan yang seharusnya menjadi Hak Asasi Manusia menjadi terkurangi, terhambat mengingat implikasi penetapan pajak barang mewah tersebut, pasien ditimpakan pengenaan pajak dimaksud.
Dalam kajian ilmiah terhadap pengaturan terkait pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka penegakan Hak Asasi Manusia, analisis hukum atas pengenaan bea masuk alat kesehatan yang digolongkan dalam PPNBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) menjadikan kebutuhan kesehatan manusia terganggu. Sehubungan dengan itu, jika dilihat dari sudut pandang penegakan Hak Asasi Manusia dalam bidang kesehatandan, maka pembaharuan hukum terkait pajak alat kesehatan perlu ditinjau ulang agar selaras dengan penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan terobosan hukum terkait pengaturan pajak alat kesehatan agar pajak murah, biaya yang dikenakan pasien juga terjangkau sehingga implikasinya selaras dengan penegakan Hak Asasi Manusia dalam bidang kesehatan sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Penulis: Dr Prijo Sidipratomo, adalah dokter Radiologi RSCM dan dosen bagian radiologi FKUI