Oleh: Hambali

Copid 19 baru saja usai, namun akibat dari corona tersebut  menyisakan banyak masalah terutama masalah perekonomian, dimana banyak perusahaan-perusahaan colep yang berakibat tidak dapat memenuhi kewajibannya baik diinternal perusahaan seperti membayar gaji karyawan yang tidak terpenuhi yang berujung pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan tidak terbayarnya kewajiban hutang baik kepada pihak Bank, Pajak, maupun para vendor perusahaan, hal ini berakibat perusahaan diujung kebangkrutan. Hal tersebut diatas terjadi juga pada beberapa Koperasi, seperti Koperasi Sejahtera Bersama (KSB), Koperasi Pandawa, Koperasi Indosurya dan lain-lain, yang pada akhirnya koperasi-koperasi tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada para nasabah yang jumlahnya ratusan ribu orang.

Untuk memperoleh pengembalian dananya, nasabah mengajukan upaya kepailitan  pada Pengadilan Niaga dengan harapan uangnya dapat kembali dengan cepat dan penuh, namun nyatanya saat proses pemberesan harta pailit ternyata Kurator lebih dahulu membereskan hutang-hutang para Kreditor Preferen dan Separatis, sedangkan Kreditor Konkuren akan diselesaikan setelah Preferen dan Saparatis selesai. Apabila sisa penjualan cukup untuk penyelesaian kepada kreditor konkuren tidak menjadi masalah, akan tetapi apabila tidak cukup maka hal ini akan menimbulkan kerugian yang besar bagi para nasabah. Dan hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan mengapa proses pemberesan harta pailit kreditor kongkuren tidak memperoleh keadilan dan kepastian hukum?.

Kepalitan munurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Dalam Pasal 24 dan Pasal 185 disebutkan bahwa akibat kepailitan maka demi hukum debitor kehilangan haknya  untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, karena kewenangan tersebut sudah beralih kepada Kurator yang mempunyai kewenangan untuk membereskan hutang-hutang debitor dengan cara  menjual semua kekayaan debitor tersebut dimuka umum. Dan selanjutnya Kurator akan membagikan hasil penjualan harta pailit tersebut kepada kreditor Preferen, Separatis dan Kongkuren.

Namun demikian, sesuai Pasal 189 ayat 4 huruf a dan b yang intinya berbunyi bahwa Kreditor Preferen dan Separatis mempunyai hak istimewa  yang pemberesannya dilakukan lebih dahulu oleh Kurator, sedangkan Kreditor Kongkuren diatur dalam Pasal 189 ayat 3 yang berbunyi Kreditor Kongkuren harus diberikan bagian yang akan ditentukan oleh Hakim Pengawas. Merujuk hal diatas maka terlihat undang-undang kepailitan diatas telah mengklasifikan 3 jenis kreditor, dan Kreditor Preferen dan Separatis diberikan hak istimewa, hal ini berakibat kerugian bagi Kreditor Kongkuren karena bagiannya ditentukan oleh Hakim Pengawas. Hal ini membuktikan Kreditor Kongkuren tidak mendapat keadilan dan kepastian hukum.

Padahal menurut Teori Ethical Vision, bahwa fungsi dan tujuan dari hukum kepailitan, baik dari dimensi ekonomi dan non ekonomi berdasarkan prinsip keadilan, moral, politik dan nilai sosial. Dan idealnya hukum kepalitan bertujuan untuk menyeimbangkan pembagian resiko yang timbul akibat kesulitan finansial yang dialami seorang debitor kepada seluruh pihak yang terlibat dengan debitor pailit tanpa membeda-bedakan jenis tagihan maupun golongan kreditor. Selanjutnya approach theory dan multiple values serta ethical vision mengidealkan agar hukum kepailitan juga ditujukan untuk melindungi kreditor non kontrak serta masyarakat. Kedua teori tersebut menginginkan hak-hak kreditor kontrak terutama kreditor separatis dikurangi dalam rangka membagi resiko finansial yang berimbang pada semua kreditor dalam hal terjadi peristiwa kepailitan atas debitor. Dan hal ini sejalan dengan asas keadilan dan sejalan pula dengan konsideran  menimbang  pada UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU mengamanahkan bahwa undang-undang ini dibentuk untuk mewujudkan masyarakat adil dan Makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 harus menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan  hukum.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat penulis berkesimpulan bahwa keadilan dan kepastian hukum bagi Kreditor Kongkuren tidak akan tercapai, karena isi pasal dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU khususnya tentang pemberesan harta pailit tidak sejalan dengan tujuan undang-undang Kepailitan dan PKPU sebagai tertuang dalam konsideran menimbang pada UU kepailitan diatas. Untuk itu perlu adanya revisi atas undang-undang tersebut yang bertujuan untuk melindungi hak-hak kreditor kongkuren khususnya dan para kreditor pada umumnya sehingga tercipta keadilan dan kepastian hukum.

Penulis: Hambali, mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *